Kamis, 02 Februari 2012

Dia #2

Secarik kertas itu tergeletak disamping tempat tidurku. Apakah tidurku terlalu pulas hingga ku tak menyadari siapa yang meletakkannya disini? Aku buka surat dengan warna jingga tanpa amplop itu dengan mata yang masih belum terang. Perlahan aku membukanya agar kertasnya tidak lusuh. Ku mulai membaca tulisan yang tampak ditulis dengan penuh kehati-hatian itu, dengan perasaan yang tak menentu.

biarkan hujan membawa seluruh laramu
biarkan semuanya menghilang seiring titik hujan yang membasahimu
senandungkan lagu sedihmu
biarkan hujan mengiringi nada pilumu

surat sendu dari siapakah ini? Mengapa isinya begitu sedih? Dan mengapa ini diletakkan disamping tempat tidurku? Apakah aku bermimpi?
---ooo---

"Ka, surat!" panggil ibuku dengan suara lantang. Bahkan tetangga pun bisa bangun dari tidur siangnya jika mendengar komando ibuku itu. Aku turun bergegas untuk mengambil surat itu sebelum ibuku memanggil lagi. diberikan surat tanpa nama itu. Aku menatap ibu dan beliau hanya mengangkat pundaknya, "tadi ibu menemukan itu di teras. Di amplopnya terdapat namamu, tapi tak ada nama pengirimnya nduk". Aku mengangguk dan berterima kasih sambil kembali menuju kamarku. Amplop dan kertasnya berwarna senada, jingga. Jenis tulisannya pun sama dengan yang tadi pagi. Ku buka perlahan. Jantung berdebar begitu kencang seperti saat aku membuka surat kelulusan saat SMP, tapi ini berbeda, lebih membuatku tak karuan.

apakah kau tahu ?
pertemuan antara sinar hangat sang Mentari dengan titik hujan yang telah mereda ?
pernahkah kau memergoki mereka berdua bercengkerama?
perpaduan antara kehangatan dan kesejukan yang unik
tercipta bianglala indah yang takkan pernah kau temukan ujungnya
sepertimu yang takkan pernah berujung indahnya

Wah, ini seperti semakin aneh. Lelaki macam apa yang mengirimiku surat kaleng penuh gombalan seperti ini? Kenapa harus pakai acara pemuja rahasia seperti ini? Atau jangan-jangan ada yang ingin mengerjaiku? Atau? Ku hentikan perdebatanku ini, dengan menutup surat itu. Menumpuknya menjadi satu dengan surat yang tadi pagi.
---ooo---

Sudah dua hari aku tak mendapatkan surat itu lagi. Emh, bukan aku mencarinya, tidak! Aku juga tidak menunggu kelanjutan puisi itu, tidak! Aku hanya..hanya..ahh, aku merindukan pemuja rahasia itu. Apa aku terlalu cepat mengambil keputusan? Apa aku....... "Permisi mbak, ada titipan buat mbak." kata pengamen yang mendatangi angkotku yang sedang asyik ngetem, membuyarkan pertengkaran antara diriku dengan diriku. "Dari siapa mas?"tanyaku, sebenarnya hanya formalitas, aku tau ini dari dia, karena surat ini jingga(lagi). "Wah saya juga ga sempat kenalan tadi mbak, pokoknya itu buat mbak sajalah, selain itu saya juga ga ngerti." katanya beralibi. "Terima kasih ya mas" kataku sambil tersenyum. Dia mengangguk sambil tersenyum dan berlalu meninggalkanku.
Mungkin si pemuja rahasia-ku itu sedang mengamatiku dari kejauhan, tapi biarlah, jatuh sudah gengsiku terkalahkan oleh rasa penasaran apa kelanjutan dari puisinya yang lalu. Hatiku kembali berdebar, hingga aku dapat merasakan denyut jantung yang seperti di-speaker.

izinkan hujan bertemu dengan sang Mentari
agar mereka dapat menciptakan bianglala seindah engkau
karena saat hujan berlalu
setelah engkau melepaskan semua keluhmu padanya
akan datang aku, yang akan memelukmu erat
agar tercipta bianglala yang tak berujung antara kita berdua

Waow! Apa ini surat peryataan cinta? Kenapa setiap aku selesai membaca surat-surat jingga ini hatiku bergetar dan begitu banyak pertanyaan yang kupertanyakan kepada diriku sendiri? Apakah aku bermimpi? Ini apa sebenarnya? Sungguh aku tak mengerti apa artinya semua ini. Inginku tak mempercayai ini semua, tapi sepertinya ini terlalu indah. Hemh, aku selalu lemah dalam hal ini, cinta, jatuh cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar